Monday, March 9, 2009

Kilometer Nol Airmadidi

Gielong,Keponakanku, Sang penjaga Paaltunjung
Kilometer Nol Airmadidi

Stop..stop… stoooop, terdengar lengkingan teriakan diikuti suara ban mobil berdenyit yang di rem mendadak. ‘ado eh... ngana pe oto ini dank, so talewat tare ibu Betsy pe rumah' teriak seorang perempuan dari atas mobil pickup Datsun. Seketika pengemudi langsung menimpali ' Eh tanta, tanta pekira ini’ bendi!, sekali wess.. langsung brenti!. Tanta jo tare bawa ni oto, lanjutnya dan langsung ditimpali si ibu ‘ Kong ngana yang pigi jual ni ikang??!
Itulah percakapan pendek penuh makna semangat menyongsong tantangan kehidupan nyata para penjual ikan dari pantai Kema, saat surya berusaha muncul dari balik Klabat yang anggun untuk menghangatkan Airmadidi. Para ibu pun bergegas meloncat turun sembari meletakkan loyang berisi Tude Oci, Suntung, ataupun Noru, diatas kepalanya, siap menyusuri jalan-jalan Airmadidi kota seraya mengumandangkan suara merdunya ‘Juaaaal ikaaaang mantaaaa’. Sementara si pickup Datsunpun melaju ke arah Manado, menurunkan lagi penjaja yang lain, entah dimana.

Ibu Betsy, yang disebut oleh penjaja ikan itu, adalah ibu saya, Guru Sekolah Dasar Inpres di kampungku, dikenal bukan karena rumah kami yang terletak di paal tunjung, dalam radius nol kilometer Airmadidi, tapi karena seorang pendidik dengan kepekaan sosial yang sangat dibanggakan oleh sembilan anaknya. Rumah yang tidak pernah terkunci untuk yang minta minum karena haus, perpustakaan sederhana dirumah, dan halaman tempat bermain untuk umum, Bahkan diakhir 80-an, mencari dan meminjamkan bagian depan rumah kami kepada investor, untuk buka kursus WS dan Lotus dan pemograman Basic dengan tariff pengganti listrik, dan anak anak dikampungpun mengenal komputer lebih dini. Semangat Ibu saya, semangat penjaja ikan, dan semangat matahari, telah membuat kami, anak anaknya, belajar tentang kehidupan, dan berani menjauhi Kilometer nol Airmadidi. ‘Ibu Betsy memang pendidik sejati” ujar pak Freddy Sualang, Wakil Gubernur Sulut, saat mengantarkan Ibu kami ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

1 comment:

  1. Tak terasa 10 tahun berlalu, sekarang. Gielong,keponakanmu,sang penjaga palltunjung siap mengikuti jejakmu meninggalkan palltunjung,dan berharap jika kembali ke palltunjung bisa di segani dan dikenal sepertimu.

    ReplyDelete