Saturday, November 25, 2017

Chengdu. Antara Kemajuan dan Keindahan

Tiongkok yang terus maju dengan pendapatan perkapita lebih dari delapan ribuan dollar sekarang bukanlah tempat ideal bergaul dengan kebahagiaan. Kota-kotanya  menghadapi kondisi lalu lintas   dan polusi udara meski  sistem jaringan kereta bawah tanah dan highway nya terpanjang di dunia, serta upaya kuat membuat langit menjadi biru oleh pemerintah. Kompetitif namun agak buram.
Tapi beberapa tempat membahagiakan. Lihatlah Chengdu, kota jangkar di propinsi Sichuan di Barat daya, dan tempat transit ke Tibet. Bukan hanya Panda, atau  makanan pedas nya ngangenin. Di jalanan,, di taman, banyak terlihat para gadis Sichuanese yang cantik lalu lalang dengan sepeda, atau orang-orang tua yag bertaichi di renmin guangchang. people square. 




Jajanan kue semprong di ujung pintu  keluar E1 Chungxi  lu station, seakan mengelabui kalau aku berada di salah satu kota yang tumbuh cepat dan menjadi rumah bagi lebih dari separuh perusahaan Global fortune500.  Kota ini menyalip banyak tempat nyaman untuk kerja ke urutan tiga. hanya berada di bawah Beijing dan Shanghai.

Ya.. mereka terus konsisten membangun. Mereka terlihat bekerja keras.. mereka merasakan hasilnya



Saturday, October 7, 2017

Sinabung belum berhenti

Beberapa anak iti menari menyambut kami. Indah. Mesti tetap terlihat mereka berbeda dengan anak sebayanya.  Mereka melewatkan masa kecilnya dikampung halaman. Tapi bukan di tanah milik ibu bapaknya

Friday, September 29, 2017

Saudia

Melewati siang yang terik dan sore yang indah. Di tanah ini banyak berharap menginjakkan kaki.

Membayangkan keindahan tepian pantai Laut Merah.
Sebahagia para wanita Saudi atas King Salman's historic decision in allowing women to drive.

Sebagaimana Fatima Naoot,penulis puisi Mesir, melukiskan keputusan kuat yang akan dicatat sejarah tentang determinasi  dalam hadapi kegelapan. The result of open-minded leadership mentality.  King only does what is best for his nation.
A victory for all Arab women.

Ach..  meski bikin gundah lebih sejuta pengemudi asing, tapi baik untuk lehidupan.  Selalu akan ada keputusan baik.
Senang bisa melihat dan membaca kebahagiaan itu langsung.

Hidup terus berubah.
Sedalam mendengarkan
Andrea Bocelli yang meski kuat berteriak  vivere.. dare to love namun rintihannya trenyuh dalam Melodrama.

Mengingatkan kita, di atas  F912CM mengitari kebun raya .. melantunkan Vivere membuat Raney kecil tertawa.

Dan kini ditemani lengkingan Evanescene hanya bisa bikin berkaca-kaca. Membuatku senyap menikmati
Hammour dengan nasi merah Sayadia..di atas Saudia.

Jeddah. Jelang akhir September.

Wednesday, September 27, 2017

Manama s

Tempat kecil. Di negara makmur

Saturday, June 3, 2017

Saturday, May 13, 2017

Wow... Sanxia da ba

Bendungan

Spektakular teater Han

Bentuk gedungnya terlihat unik di antara kemewahan Wuhan meski di dalam teater terlihat biasa saja, sebelum dimulai.

Sunday, April 23, 2017

Ketika Manguni membaca Cinta

Anak tangga itu kutapaki. Berdua, melintasi para tamu, menuju singgasana. aku raja sehari. Gedung Nyiur melambai. 22 April. Kemarin. Kejadian 18 tahun lalu .

Tapi hari ini. Tak jauh dari situ. Aku hadir, dari perjalanan jam 5 subuh, melintasi trans Sumatra, Kualanamu, Cengkareng, Mapanget. melihat kerja para tukang yang berdedikasi tinggi.menyelesaikan pekerjaan terakhirnya. Terima kasih.
Lama aku tertegun sampai malam tiba.
Ditemani lilin, dibalut suara tenang Manguni yg terdengar di antara pohon kelapa memecah kesunyian, mengantar aku menjengukmu.
Aku tahu, Manguni, isyaratmu. kabar lewat bunyi atau nyanyianmu. Kamu mengintip, menyaksilan kenangan indah yang selalu hidup.

Tuesday, March 21, 2017

Cahaya itu. Senyum itu.

Sebulan berlalu... wangimu terus mengikuti. 
Sebulan berlalu.. indahmu selalu bersamaku. 
Seindah lintasan cahaya di atas rumah,
yang memberi kekuatan.

Terus teringat indah senyummu.

Selalu membuatku mengenangmu

Terbawaku dalam sedihku

Terbangunku kau tak di sini

Damaimu menyertaiku.. dan aku merindukanmu... 'Kan.


Love and hope


Melintas



"Kebetulan"
-------
Catatan dari rumah TanjungGading. P-11-4 (Pingkan 4 November)

Wednesday, February 22, 2017

Terbang bersama, terakhir kali.

Lambaian tangan mekanik pesawat tehnisi darat yg terlihat samar dari kaca jendela menandai mulai bergeraknya pesawat Garuda yang di cat dengan logo lama merah putih dari parkirnya,

Biasanya,  sebelum pesawat bergerak, aku akan menuliskan pesan pendek " Ma, Ney. Papa onboard GA 192 Cgk to Kno. Gbu", misal ketika akan ke tempat kerja Medan Kualanamu, memberi tahu mereka yang kusayangi.

Kecuali jika sepesawat, mirip di akhir 2016 dalam perjalanan ke Hongkong terakhir.

Namun,  penerbangan  GA 602 Cgk to Mdc pagi ini menuju bandara Sam Ratulangi sangat lain.

Kalimat  bang Jhoni, protokol di Cengkareng, terngiang lagi dan menyadarkanku.

"Pak, ini dokumen kargo pengriman Ibu saat tiba nanti di Manado".

Aku melihat layar informasi. Pe sawat sedang melintasi Balikpapan. Aku melihat ke  kiri, terlihat  Waraney tertidur nyenyak. Akupun  melihat ke lantai. Aku tahu. Di bawah lantai ini,  di bawah kursiku,  di ruang kargo pesawat, kutahu  Pingkan juga  sedang tidur nyenyak.
Meski sama dalam satu pesawat, dalam tidurnya ia sedang terbang tinggi sekali, menuju sang Pencipta. 
Akupun berkata.  Tidurlah Ma, dalam kedamaian.
Dan akupun terisak.

_____

Catatan dalam pesawat. Dari ketinggian 10668 meter.


Thursday, January 19, 2017

Ipb, akhirnya

Matahari belum muncul namun aku sudah meluncur ke Dramaga. Meski lulus tahun lalu, tapi aku baru bisa ikut  dilepas  sekarang.

Terlihat banyak orang tua, rapi mengantar anaknya  di wisuda.
Pak rektor membuka sidang dengan pidatonya. Laju pertumbuhan penduduk 1.3-1.5  persen tapi lahan tidak bertambah.  Diperlukan pendekatan baru dgn model agribisnis yg optimum, memperkuat hulu hilir utk meningkatkan nilai tambah, katanya.

Aku percaya omongan itu. Para profesor dan  pakar di kampus ini concern sekali dalam memecahkan persoalan pertanian luas.
Bahkan, tengah tahun lalu,  Lapan-IPB satelite diluncurkan di India untuk  penginderaan jauh. Memantau lahan pertanian dan kekayaan laut. Mereka mengembangkan algoritma aplikasi data satelit untuk national food security juga environmental monitoring.

Mereka juga menemukan varietas IPB3S sebagai paket teknologi IPB Prima, bisa produksi lebih dari 13 ton. Umurnya genjah, tidak perlu banyak air, dan nasinya enak.

Di kampus ini banyak inovasi. Tahun lalu, dari 936 inovasi di Indonesia,  didalamnya terdapat 359 inovasi oleh IPB.Terbanyak dibanding PT maupun lembaga penelitian di Indonesia.

Akan ada science dan technopark di Taman Kencana Bogor. Memang, dulu ketika mendirikan kampus ini, Sukarno bilang mesti bisa sediakan makan kita sendiri. Ketahanan pangan. Mulia sekali tujuan kampus ini.
Aku hanya tertegun. Jadi IPB memang universitas pertanian arti luas. Meski sebagian orang memelesetkan sebagai institut publisistik atau perbankan atau institut pleksibel banget karena banyak lulusannya berkiprah di luar bidang.
Hari ini memang ada 751 Lulusan, termasuk 51 Doktor, 200san Master dan 470 Sarjana. bergabung dengan 141460 alumninya.


Dengan acara yang tertata apik,
Di bawah alunan When You Believe dari IPB choir,  juga Bagimu Negeri dari Kusbini,   Bundanya Melly Guslow serta Ayah Ebiet G Ade, membuat pikiran dan perasaanku melayang jauh dan terhanyut. Mengingat jasa mereka, dan tekad berbuat baik untuk negeri ini.


 Dan akupun ingin segera  pulang. Menemui  yang dicintai dan selalu mendorongku untuk menuntaskan ini.


Bogor 18 Januari



Monday, January 16, 2017

Elda, tentang memberi.

Namanya Elda. Nama tengahnya Erma. Dia kakakku.

Menurut Menurut cerita Ibu, nama itu disematkan ketika bapak promosi dari Sersan Mayor menjadi Pembantu Letnan. Pelda. 

Saya ingat. Sewaktu kecil bapak mengajarkannya berpidato.  Ia jadi  juru kampanye cilik di Airmadidi jelang Pemilu tahun 1977 yang diikuti 3 kontestan , saat masih duduk di kelas lima SD. Ia berceloteh tentang program  di atas panggung, mempengaruhi pendengar dewasa sambil mengangkat dua jari membentuk simbol kemenangan.
Ketika SMA ia sekolah di Bandung. Namun saat mahasiswa ia memilih kembali  di Manado.  Ia mahir berbahasa Jerman. Maklum,  ia menerima beasiswa belajar di kampus Universitaet Munchen. Ia sangat peduli pendidikan. Ia juga mengejar putra-putri dikampungku untuk sekolah. Ia sangat membanggakan tanah kelahirannya. Ia mencari keluarga, mencari orang-orang yang punya pengaruh untuk saling baku tongka, alias saling topang, supaya semua maju.
Saat sekolah di Manado, kami - bersama adikku, tinggal di rumah om Eddy Sualang. Tokoh Sulut yang konsisten dan sangat piawai mengulas Marhaenism. Tentang keadilan untuk semua. Padahal waktu itu masih era orba. Beliau jadi tempat diskusi kakakku. Sehingga makin piawai mengolah kata dan terasah jiwa sosialnya.

Ia senang saat profesor Paulus Lotulung (alm) yg hakim agung memintanya melacak hubungan sanak saudara, atau berdebat filsafat dengan om Gordon Mogot (alm), Irjen yang pernah Kadivpropam itu, atau konsep pidato utk sahabatnya, pak Olly, jauh sebelum jadi gubernur.
Ia mengumpulkan data potensi sumber daya Tonsea- sub suku Minahasa- area sekitar  kaki gunung Klabat untuk jadi bahan utama ke DPR, membentuk kabupaten Minahasa Utara.

Master humaniora yang diperolehnya dari UI, memantapkannya menjadi guru mahasiwa di Universitas Manado.
Ia berhasil mengikuti jejak Ibuku, menjadi pendidik, seperti yang diimpikannya.

Bagiku, ia adalah rujukan.  Tempat bertanya banyak hal.
Daya ingatnya kuat. Ia terus bertahan, meski akhirnya ginjalnya tidak mampu mencuci darahnya.

Sore itu, ribuan orang berkumpul. 'Ia pejuang pendiri kabupaten Minut', kata wakil ketua dewan.
'Selayaknya ada: jl Elda Mumbunan', kata Tokoh Ibu Sus. Ia aneh dan unik, kata bupati Minahasa saat melayat.  Ia orang baik, kata bupati Minut saat melepas di Atrium kantornya.

Teman-temannya melantunkan Mir ist wohl in dem Hernn.

Matahari sudah hampir tenggelam, tapi Klabat  terlihat tidak utuh. Puncaknya tertutup awan, dan ada selendang dikakinya. 

Para  tua-tua suku Tonsea tahu. Itu tanda ada yang pergi.
Meski anggun, Klabatpun terlihat sedih.

Airmadidi 12 Januari sore.




Sunday, January 1, 2017

Berkumpul, dengan penuh harapan

Selang itu masih melintang di hidungnya. Tiga tabung oksigen besar sudah diisi penuh. Napasnya pun tenang.  Tekanan darahnya normal. Meski infus sudah dipindah-pindah.
Aku bisikkan kalau Waraney akan sudah ada sebelum tahun berganti.
Sore itu aku ikut ke bandara. Menjemput anakku di Cengkareng. Ia datang dari liburannya di Manado. Mendatangi famili dan tanah leluhur. Ini pertama kali dilakukannya. Pergi sendiri di akhir Desember. Mengunjungi Airmadidi, Manado.. dan Motoling. Melihat bagaimana kopra dibuat. Merasakan bagaimana masyarakat berbahagia merayakan hari besar.

Ini juga hal yang jarang aku lakukan. Ke bandara menjemput.

Pa, kenapa aku pulang tanggal ini. Tanggung, tadi aku ngumpul dengan teman dan saudara, dan harus segera ke bandara. Mestinya aku pulang besok. Anakku setengah protes saat kami berjumpa.

Aku terdiam sejenak.   Kemudian kubilang, bahwa aku berharap kami ngumpul di rumah. Anakkupun tersadar, ia langsung menuju kamar ibunya saat tiba di rumah.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kami mengucapkan selamat setelah mengucap syukur di perpisahan tahun. Biasanya berkilo-kilo meter  jaraknya dari rumah.

Kali ini, aku dan anakku membisikkan kata  tahun baru sudah datang,  pada orang yang kami cintai ,yang masih terbaring.

Selalu ada harapan. Selamat datang 2017.

di Cibubur.